Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

(RPP)

Oleh:

NUR AINI AGUS S.N

208431413406

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS EKONOMI

JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN

PRODI S1 PENDIDIKAN EKONOMI KOPERASI

Mei 2010


RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Nama Sekolah             : SMA NEGERI 1 GENTENG

Jurusan                        : IS

Kelas/Semester            : X/1

Mata Pelajaran            : EKONOMI

Alokasi waktu             : 1 X 25 Menit

A. Standar Kompetensi.

1. Memahami permasalahan ekonomi dalam kaitannya dengan kebutuhan manusia, kelangkaan dan sistem ekonomi.

B. Kompetensi Dasar.

1.1 Mendeskripsikan kebutuhan ekonomi yang langka dan kebutuhan manusia yang tidak terbatas.

C. Indikator.

1.1.1        Menjelaskan pengertian kelangkaan.

1.1.2        Menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kelangkaan.

1.1.3        Menjelaskan peranan ilmu ekonomi dalam menghadapi kelangkaan.

D. Tujuan.

1.1.1.1 Siswa mampu menjelaskan pengertian kelangkaan.

1.1.2.1Siswa mampu menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi kelangkaan.

1.1.3.1Siswa mampu menjelaskan peranan ilmu ekonomi dalam menghadapi kelangkaan.

E. Materi Pembelajaran.

  1. Kelangkaan.
  2. Faktor yang mempengaruhi kelangkaan.
  3. Peranan ilmu ekonomi dalam menghadapi kelangkaan.

F. Sumber Pembelajaran.

  • Ø Fitran, Raidil. 2008. Ekonomi untuk SMA Kelas X. Jakarta: Rajawali Cilik.

G. Alat dan Media Pembelajaran.

  • LCD
  • Laptop

H. Strategi Pembelajaran.

1. Pendekatan : Konstruktivis.

2. Metode       : Ceramah, diskusi dan Tanya jawab.

3. Model         : Kepala bernomor struktur (modifikasi dari NHT)

I. Langkah-langkah/ Skenario Pembelajaran.

No Kegiatan Uraian Kegiatan Guru Life Skill Metode Alokasi Waktu
1 Pendahuluan/ pembukaan –  Memberikan apersepsi untuk siswa.

–  Memberikan motivasi.

–  Menyampaikan tujuan pembelajaran.

–  Menyampaikan rambu-rambu pembelajaran.

–  Siswa mampu mendengarkan dan mengerti penjelasan dari guru. Ceramah dan tanya jawab 5 Menit
2 Inti –  Memberikan penjelasan kepada siswa tentang materi yang diajarkan.

–  Langkah-langkah pembelajaran:

1. Peserta didik dibagi dalam kelompok, setiap peserta didik dalam kelompok dan mendapat nomor.

2. Penugasan diberikan kepada peserta didik berdasarkan nomor terhadap tugas yang berangkai.

3. Jika perlu, guru bisa menyuruh kerjasama antarkelompok.

4. Laporkan hasil dan tanggapan dalam kelompok yang lain. 5.. Kesimpulan

–  Siswa mampu mendengarkan penjelasan dari guru.

–  Siswa mampu berpartisipasi dalam proses belajar mengajar.

–  Siswa mampu bekerjasama dalam kelompok dengan baik.

–  Siswa mampu berkomunikasi dengan baik.

Ceramah, Diskusi, presentasi, dan Tanya jawab 15 Menit
3 Penutup –  Guru bersama siswa menyimpulkan materi yang sudah dipelajari.

–  Guru memberikan evaluasi dan memberikan tugas/PR untuk dikerjakan dirumah.

–  Guru melakukan refleksi.

–  Siswa mampu memahami materi yang sudah dipelajari.

–  Siswa mampu menyimpulkan materi yang sudah dipelajari.

Ceramah dan tanya jawab 5 Menit

J. Evaluasi.

  1. 1. Aspek yang dinilai:
  • Ø Afektif.
  • Ø Kognitif.
  • Ø Psikomotorik.
  1. 2. Instrumen Evaluasi (Terlampir).
  2. 3. Kunci Jawaban (Terlampir).
  3. 4. Teknik Penskoran (Terlampir).

Kepala Sekolah

AKHMAD SYAIFI NOER, SPd

Pembantu Tk. I

NIP: 130884401

Genteng, 03 Mei 2010

Guru Bidang Studi

NUR AINI A.S.N, SPd.

NIP: 208431413406

Lampiran 1: Soal / Instrumen Evaluasi.

Jawablah soal dibawah ini dengan jawaban yang singkat dan benar!

1)      Apakah inti dari masalah ekonomi?

2)      Jelaskan pengertian kelangkaan?

3)      Contoh sumber ekonomi yang langka?

4)      Apakah faktor-faktor penyebab kelangkaan?

5)      Bagaimanakah cara untuk mengatasi kelangkaan?

6)      Mengapa ilmu ekonomi sangat berperan penting dalam menghadapi kelangkaan?

7)      Apakah yang dimaksud dengan ilmu ekonomi?

Lampiran 2: Kunci Jawaban.

1)      Inti dari masalah ekonomi yakni, bagaimana manusia memenuhi kebutuhannya yang tak terbatas dengan alat atau benda pemuas kebutuhan yang terbatas. Tidak semua kebutuhan dapat dipenuhi sehingga manusia harus melakukan pilihan dari berbagai alternatif yang tersedia. Artinya, sebagian kebutuhan dapat dipenuhi sebagian lagi tidak dapat dipenuhi.

2)      Kelangkaan adalah suatu keadaan saat manusia ingin mengomsumsi jauh lebih banyak dari apa yang diproduksi/ suatu keadaan saat apa yang diinginkan manusia jauh lebih banyak dari apa yang tersedia.

3)      Sumber ekonomi yang langka adalah tanah, air, udara, hutan, barang tambang seperti timah putih, nikel, besi, tembaga dan lain-lain.

4)      Faktor-faktor penyebab kelangkaan adalah:

  1. Jumlah benda pemuas kebutuhan manusia yang disediakan alam terbatas. Banyak benda-benda yang disediakan alam. Sebagian dari benda-benda tersebut bisa langsung dipakai tapi sebagian besar harus diolah terlebih dahulu. Pengetahuan dan teknologi sangat diperlukan untuk mengolah hasil alam itu agar dapat dipakai oleh manusia.
  2. Bannyak sumber daya alam yang rusak akibat ulah manusia sendiri.

Contohnya: penebangan hutan secara liar dan tanpa dibarengi dengan penanam bibit pohon kembali. Limbah pabrik yang dibuang ke air yang bisa mengakiatkan pencemaran air dan bisa membunuh kehidupan dalam air.

  1. Peningkatan kebutuhan manusia yag lebih cepat dibandingkan kemampuan penyediakan sarana kebutuhan. Ketika manusia sudah bisa memenuhi suatu kebutuhan, manusia berusaha untuk memenuhi kebutuhan yang lainnya (manusia tidak pernah puas).
  2. Keterbatasan kemampuan manusia untuk mengelola sumber daya masih terbatas. Ini terjadi karena kekurangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun bisa juga karena faktor modal dan faktor yang lainnya.

5)      Beberapa cara untuk mengatasi masalah kelangkaan:
a.    Efisien dalam mempergunakan sumberdaya.

  1. Penggunaan teknologi yang tepat guna dan ramah lingkungan dalam proses produksi.
  2. menjaga kelestarian sumber daya alam, cth reboisasi.

6)      Karena ilmu ekonomi pada dasarnya merupakan studi tentang bagaimana masyarakat mengelola sumber daya yang terbatas. Ilmu ekonomi membantu masyarakat untuk secara bijak dan relevan mengelola sumber daya yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan warganya.

7)      Ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari cara manusia atau sekelompok manusia dalam memenuhi berbagai kebutuhan yang relatif tidak terbatas dengan menggunakan sumber daya yang ada dengan cara yang sebaik-baiknya.

Lampiran 3: Teknik Persekoran.

TOTAL SKOR: 100

NA = __Jumlah betul X  100

Jumlah semua soal

Peranan Sektor Industri Dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia

1. Pengertian industri dan Pembangunan Ekonomi

Industri mempunyai dua arti, yang pertama dapat berarti himpunan perusahaan-perusahaan sejenis. Misalnya industri kosmetik yang berarti himpunan perusahaan-perusahaan penghasil produk-produk kosmetik. Kedua, industri dapat pula merujuk kesuatu sektor ekonomi yang didalamnya terdapat kegiatan produktif yang mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau barang setengah jadi.

Pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi yang diikuti oleh perubahan dalam struktur dan corak kegiatan ekonomi.

2. Peranan Industri dalam Pembangunan Ekonomi

Pembangunan Ekonomi suatu bangsa merupakan pilar penting bagi terselenggaranya proses pembangunan di segala bidang. Karena jika pembangunan ekonomi suatu bangsa berhasil, maka bidang-bidang lain seperti bidang hukum, politik, pertanian, dan lain-lain akan sangat terbantu.

Suatu masyarakat yang pembangunan ekonominya berhasil ditandai dengan tingginya pendapatan perkapita masyarakat negara tersebut. Dengan tingginya pendapatan perkapita masyarakat, maka negara dan masyarakat akan dapat lebih leluasa dalam menjalankan berbagai aktivitas pada berbagai bidang yang lain.

Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional dari tahun ke tahun menunjukkan kontribusi yang signifikan.

Peranan Sektor Industri dalam Pembangunan Ekonomi Nasional dapat ditelusuri dari kontribusi masing-masing subsektor terhadap Laju Pertumbuhan Ekonomi Nasional atau terhadap produk domestik bruto.

Pada beberapa negara yang tergolong maju, peranan sektor industri lebih dominan dibandingkan dengan sektor pertanian. Sektor industri memegang peran kunci sebagai mesin pembangunan karena sektor industri memiliki beberapa keunggulan dibandingkan sektor lain karena nilai kapitalisasi modal yang tertanam sangat besar, kemampuan menyerap tenaga kerja yang besar, juga kemampuan menciptakan nilai tambah (value added creation) dari setiap input atau bahan dasar yang diolah. Pada negara-negara berkembang, peranan sektor industri juga menunjukkan kontribusi yang semakin tinggi. Kontribusi yang semakin tinggi dari sektor industri menyebabkan perubahan struktur perekonomian negara yang bersangkutan secara perlahan ataupun cepat dari sektor pertanian ke sektor industri.

Peranan sektor industri dalam pembangunan ekonomi di berbagai negara sangat penting karena sektor industri memiliki beberapa keunggulan dalam hal akselerasi pembangunan. Keunggulan-keunggulan sektor industri tersebut diantaranya memberikan kontribusi bagi penyerapan tenaga kerja dan mampu menciptakan nilai tambah (value added) yang lebih tinggi pada berbagai komoditas yang dihasilkan.

Data Industri

Sektor Industri diharapkan dapat menjadi motor penggerak perekonomian nasional dan telah menempatkan industri manufaktur sebagai penghela sektor rill. Hal ini dapat dipahami mengingat berbagai kekayaan sumber daya alam kita yang memiliki keunggulan komparatif berupa produk primer, perlu diolah menjadi produk industri untuk mendapatkan nilai tambah yang lebih tinggi. Sesuai dengan tahapan perkembangan negara kita, sudah saatnya kita melakukan pergeseran andalan sektor ekonomi kita dari industri primer ke industri sekunder, khususnya industri manufaktur nonmigas. Membangun sektor industri pada era globalisasi tentu membutuhkan strategi yang tepat dan konsisten, sehingga dapat mewujudkan industri yang tangguh dan berdaya saing baik di pasar domestik maupun di pasar global, yang pada gilirannya mampu mendorong tumbuhnya perekonomian, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat dan akhirnya mengurangi kemiskinan.

Sektor industri yang berkembang sampai saat ini ternyata masih didominasi oleh industri padat tenaga kerja, yang biasanya memiliki mata rantai relatif pendek, sehingga penciptaan nilai tambah juga relatif kecil. Akan tetapi karena besarnya populasi unit usaha maka kontribusi terhadap perekonomian tetap besar. Terdapat tiga unsur pelaku ekonomi yang mendukung perkembangan sektor industri, yaitu Badan Usaha Milik Swasta ( BUMS ), Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan pengusaha kecil / menengah, serta koperasi ( PKMK ).

Mencermati hasil pembangunan dan perkembangan industri selama 30 tahun dan juga dalam rangka mencari jalan keluar akibat krisis ekonomi pada tahun 1998, maka sasaran pembangunan industri untuk masa 2005 sampai dengan 2009 ditetapkan sebagai berikut :

1. Sektor industri manufaktur (nonmigas) ditargetkan tumbuh dengan laju rata – rata 8,56 persen per tahun. Target peningkatan kapasitas utilasi khususnya subsektor yang masih berdaya asing sekitar 80 persen.

2. Target penyerapan tenaga kerja dalam lima tahun mendatang adalah sekitar 500 ribu per tahun (termasuk industri pengolahan migas).

3. Terciptanya iklim usaha yang lebih kondusif baik bagi industri yang sudah ada maupun investasi baru dalam bentuk tersedianya layanan umum yang baik dan bersih dari KKN, sumber – sumber pendanaan yang terjangkau, dan kebijakan fiskal yang menunjang.

4. Peningkatan pangsa sektor industri manufaktur di pasar domestik, baik untuk bahan baku maupun produk akhir.

5. Meningkatnya volume ekspor produk manufaktur dalam total ekspor nasional.

6. Meningkatnya proses alih teknologi dari foreign direct investment (FDI)

7. Meningkatnya penerapan standarisasi produk industri manufaktur sebagai faktor penguat daya saing produk nasional.

8. Meningkatnya penyebaran sektor industri manufaktur ke luar Pulau Jawa, terutama industri pengolahan hasil sumber daya alam.

Dalam rangka mewujudkan sasaran di atas, arah kebijakan bagi penciptaan iklim investasi yang sehat dan peningkatan daya saing ekspor nasional ditetapkan sebagai berikut :

1. Pada tingkat makro, menjaga stabilitas ekonomi makro, mewujudkan iklim usaha dan investasi yang sehat dan berdaya saing serta pengelolaan persaingan usaha secara sehat.

2. Untuk mencapai pertumbuhan 8,56% per tahun, maka dalam lima tahun mendatang difokuskan pada pengembangan sejumlah subsektor industri yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif.

3. Fokus utama ditetapkan pada beberapa subsektor industri yang memenuhi satu atau lebih kriteria yaitu : (i) menyerap banyak tenaga kerja; (ii) memenuhi kebutuhan dasar dalam negeri (seperti makanan-minuman dan obat-obatan); (iii) mengolah hasil pertanian dalam arti luas (termasuk perikanan) dan sumber–sumber daya alam lain dalam negeri; dan (iv) memiliki potensi pengembangan ekspor. Dari ke empat kriteria tersebut dan berdasarkan analisa keunggulan komparatif dan kompetitif, maka prioritas dalam lima tahun ke depan adalah pada penguatan klaster – klaster: (1) industri makanan dan minuman; (2) industri pengolah hasil laut; (3) industri tekstil dan produk tekstil; (4) industri alas kaki; (5) industri kelapa sawit; (6) industri barang kayu (termasuk rotan dan bambu); (7) industri karet dan barang karet; (8) industry pulp dan kertas; (9) industri mesin listrik dan peralatan listrik; dan (10) industri petrokimia.

4. Untuk 10 (sepuluh) klaster industri prioritas tersebut, dirumuskan strategi dan langkah–langkah untuk masing–masing klaster yang dituangkan dalam strategi nasional pengembangan industri yang secara komprehensif memuat pula strategi pengembangan subsektor industri yang terkait (related industries) dan subsektor industri penunjang (supporting industries) dari 10 (sepuluh) klaster prioritas tersebut yang berdimensi jangka menengahpanjang serta proses perumusannya secara partisipatif melibatkan pihak-pihak terkait dari lingkungan pemerintah maupun dunia usaha.

5. Intervensi langsung pemerintah secara fungsional dalam bentuk investasi dan layanan publik yang diarahkan pada hal – hal di mana mekanisme pasar tidak dapat berlangsung. Dalam upaya mencapai pertumbuhan sektor industri manufaktur yang ditargetkan dalam RPJMN 2005 – 2009, pengembangan sektor industri manufaktur difokuskan pada perkuatan struktur dan daya saing, yang selanjutnya dijabarkan pada program pokok pengembangan industri manufaktur dan program penunjang.

Program pokok pengembangan industri manufaktur, meliputi :

1. Program pengembangan industri kecil dan menengah. Dalam hal ini, secara alami IKM memiliki kelemahan dalam menghadapi ketidakpastian pasar, mencapai skala ekonomi, dan memenuhi sumber daya yang diperlukan sehingga untuk mencapai tujuan program ini, pemerintah membantu IKM dalam mengatasi permasalahan yang muncul akibar dari kelemahan alami tersebut.

2. Program peningkatan kemampuan teknologi industri. Hal ini mengingat, secara umum pengelola industri nasional belum memandang kegiatan pengembangan dan penerapan teknologi layak dilakukan karena dianggap memiliki eksternalitas yang tinggi berjangka panjang dan dengan tingkat kegagalan yang tinggi. Ini dapat ditunjukkan dari masih miskinnya industri nasional dalam kepemilikan sumber daya teknologi.

3. Program penataan struktur industri. Tujuan program ini adalah untuk memperbaiki struktur industri nasional, baik dalam hal penguasaan pasar maupun dalam hal kedalaman jaringan pemasok bahan baku dan bahan pendukung, komponen, dan barang setengah jadi bagi industri hilir.

Di samping program pokok tersebut, Departemen Perindustrian juga mempunyai empat program penunjang yang terdiri dari :

1. Program pembentukan hukum, yaitu untuk menciptakan iklim yang kondusif di bidang industri melalui penyusunan ketentuan teknis hukum dan berbagai peraturan perundang-undangan serta yurisprudensi untuk menjamin kepastian berusaha di sektor industri.

2. Program pengolaan sumber daya manusia aparatur, yaitu untuk membina dan meningkatkan kemampuan aparatur industri, sumber daya manusia yang berkompetensi, dan mewujudkan aparatur negara yang profesional dan berkualitas dalam melaksanakan pemerintahan umum dan pembangunan.

3. Program peningkatan sarana dan prasarana aparatur negara, yaitu penyediaan sarana dan prasarana penunjang pembangunan guna meningkatkan keamanan, kenyamanan, ketertiban dan kelancaran kerja serta pelayanan umum yang baik.

4. Program peningkatan pengawasan dan akuntabilitas aparatur negara, yaitu program pengawasan aparatur negara guna meningkatkan sistem pengawasan aparatur pemerintah, peningkatan profesionalisme aparatur, terwujudnya sistem pengawasan dan audit akuntabel.

Di Indonesia jumlah industri pengolahan besar dan sedang pada tahun 2001 berjumlah 21,396 yang tersebar di jawa sebanyak 17.413 (81,38%) dan di luar jawa sebanyak 3,983 (18.62%). Pada tahun 2002 berjumlah 21,396 yang tersebar di pulau Jawa 17,118 (80.95%) dan di luar pulau Jawa 4,028 (19.05%). Pada tahun 2003 berjumlah 20,324 yaitu di pulau Jawa 16,607 (81.71%) dan diluar pulau Jawa 3.717 (18.29%). Pada tahun 2004 berjumlah 20,685 yaitu di pulau Jawa berjumlah 16,901 (81.71%) dan diluar pulau jawa 3,784 (18.29%). Dan pada tahun 2005 berjumlah 20,729 yaitu di pulau Jawa 16,995 (81.99%) dan di luar pulau Jawa 3,734 (18.01%). Jika dilihat dari tahun 2001 sampai tahun 2005 jumlah industri di pulau Jawa masih dominan, sedangkan jumlah industri di luar pulau Jawa dari tahun 2001 sampai tahun 2005 jumlahnya kurang dari 20%. Ini menunjukkan bahwa di Indonesia terjadi ketidak merataan di sektor industri. Sektor industry di Indonesia masih terkonsentrasi di pulau Jawa.

Indeks produksi industri besar dan sedang pada tahun 2003 sampai 2009. Pada tahun 2003 indeks produksi industri sebesar 113.56, pada tahun 2004 sebesar 117.34, pada tahun 2005 sebesar 118.85, pada tahun 2006 sebesar 116.92, pada tahun 2007 sebesar 123.44, pada tahun 2008 sebesar 127.15, dan pada tahun 2009 sebesar 129.00. Indeks produksi industri dari tahun ketahun mengalami kenaikan dan penurunan.

Pertumbuhan indeks produksi industri besar dan sedang pada tahun 2003 sampai tahun 2009. Pada tahun 2003 indeks produksi industri sebesar 5.46, pada tahun 2004 sebesar 3.33, pada tahun 2005 sebesar 1.29,

pada tahun 2006 sebesar -1.63, pada tahun 2007 sebesar 5.57, dan pada tahun 2008 sebesar 3.01, serta pada tahun 2009 sebesar 1.45. Sama halnya dengan indeks produksi, pertumbuhan indeks produksi ini  juga mengalami naik turun dari tahun 2003 sampai tahun 2009.

Data nilai tambah

Tolok ukur peranan industri dalam perkembangan struktural pada suatu perekonomian antara lain sumbangan sektor industri terhadap PDB, jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor industri dan sumbangan komoditi industri terhadap ekspor barang dan jasa.

Nilai tambah sektor industri pada tahun 2001 sampai tahun 2008. Pada tahun 2001 jumlah nilai tambah adalah sebesar 266,564 juta rupiah, pada tahun 2002 sebesar 309,959 juta rupiah, pada tahun 2003 sebesar 326,784 juta rupiah, pada tahun 2004 sebesar 358,910 juta rupiah, pada tahun 2005 sebesar 396,438 juta rupiah, pada tahun 2006 sebesar 514,343 juta rupiah, pada tahun 2007 sebesar 598,400 juta rupiah, dan pada tahun 2008 sebesar 713,907 juta rupiah. Nilai tambah dari tahun 2001 sampai 2008 terus mengalami kenaikan.

Data PDB

Menurut kriteria UNIDO (United Nations for Industrial Development Organization), negara dengan kontribusi sektor industri terhadap PDB kurang dari 10% disebut negara non industri, negara dengan kontribusi sebesar 10-20% termasuk dalam kelompok negara dalam proses industrialisasi, negara dengan kontribusi sebesar 20-30% termasuk kelompok negara semi industri, sedangkan kelompok negara industri memiliki kontribusi lebih dari 30% (Lincolin Arsyad, 1999).

Produk domestik bruto (PDB)  atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha pada tahun 2005 sampai 2009.pada tahun 2005 jumlah PDB sebesar 1,750,815.2 milyar dan jumlah PDB non  migasnya sebesar 1,605,261.8 milyar. Pada tahun 2006 jumlah PDB sebesar 1,847,126.7 milyar dan jumlah PDB non migasnya sebesar 1,703,422.4 milyar. Pada tahun 2007 jumlah PDB sebesar 1,964,327.3 milyar dan jumlah PDB non migasnya sebesar 1,821,757.7 milyar. Pada tahun 2008 jumlah PDB sebesar 2,082,315.9 milyar dan jumlah PDB non migasnya sebesar 1,939,482.9 milyar. Pada tahun 2009 jumlah PDB sebesar 2,176,975.5 milyar dan  PDB non migas sebesar 2,035,125.1 milyar. Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa dari tahun 2005 sampai tahun 2009 jumlah PDB baik yang migas maupun yang non migas mengalami kenaikan dari tahun ketahun. Dalam PDB ini industri pengolahan mempunyai kontribusi sebesar 491,561.4 milyar (30,6%) pada tahun 2005, pada tahun 2006 sebesar 514,100.3 milyar (30,2%), pada tahun 2007 sebesar 538,084.6 milyar (29,5%), pada tahun 2008 sebesar 557,764.4 milyar (28,8%), dan 569,550.8 milyar (27,99%) pada tahun 2009. Sama dengan PDB, industri pengolahan juga mengalami kenaikan dari tahun 2005 sampai tahun 2009. Dari data di atas kita bisa menyimpulkan bahwa kontribusi industri terhadap PDB terus menurun dari tahun 2005 sampai 2009. Negara kita termasuk dalam kelompok negara semi industri.

Tetapi laju pertumbuhannya baik PDB migas maupun non migasnya dari tahun 2008 sampai tahun 2009 mengalami penurunan. Pada tahun 2008 laju pertumbuhan PDB sebesar 6.01% dan PBD non migasnya sebesar 6.46%. Dan pada tahun 2009 laju pertumbuhan PDB sebesar 4.55% dan PDB non migasnya sebesar 4.93%. Laju pertumbuhan industri pengolahan juga mengalami penurunan pada tahun 2009 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 2208 laju pertumbuhan industri pengolahan tumbuh sebesar 3.66% dan pada tahun 2009 laju pertumbuhan industri pengolahan mengalami penurunan menjadi sebesar 2.11%. Laju pertumbuhan industri pegolahan (manufacturing) yang ditargetkan kurang lebih 8,56% selama kurun waktu 5 tahun, yaitu dari tahun 2005 sampai 2009 tidak sesuai dengan harapan. Menurunnya pertumbuhan beberapa cabang industri tersebut disebabkan berbagai permasalahan seperti: berkurangnya pasokan bahan baku hasil hutan, meningkatnya harga energi, beredarnya isu penggunaan bahan tambahan pangan yang tidak diperbolehkan untuk industri makanan dan minuman yang sempat meresahkan masyarakat, dsb.

Produktivitas tenaga kerja pada 2001 sampai 2005 dalam sektor industri. Produktivitas tenaga kerja pada tahun 2001 sebesar 164.12 juta rupiah, pada tahun 2002 sebesar 202.18 juta rupiah, pada tahun 2003 sebesar 196.26 juta rupiah, pada tahun 2004 ebesar 227.97 juta rupiah, dan pada tahun 2005 sebesar 257.58 juta rupiah. Produktivitas tenaga kerja yang paling rendah pada tahun 2001 sampai tahun 2004 adalah subsektor peralatan kantor, akuntasi, dan pengolahan data, tetapi pada tahun 2005 sudah mengalami peningkatan yang sangat besar. Tidak jauh berbeda dengan indeks produksi, produktivitas tenaga kerja ini juga mengalami naik turun.

Referensi:

Arsyad, Lincolin. 2004. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN.

BPS. 2010. Industri, (Online), http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_ subyek=09&notab di akses tanggal 26 April 2010).

BPS. 2010.  Produk Domestik Bruto, (Online), http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1& daftar=1&id_subyek=11&notab di akses tanggal 26 April 2010).

Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Jakarta:Erlangga.

Kina. 2008. Peranan Industri dalam Pemulihan Ekonomi Nasional, (Online), (http:\\www.depperin.go.id/ diakses tanggal 29 april 2010).

Napitupulu, Edward. 2007. Pertanian Indonesia dalam Dominasi Politik Global. (Online), (http:\\www.ekonomirakyat.org/ di akses tanggal 28 April 2010).

Peranan Sektor Industri dalam Ekonomi Pembangunan

1. Pengertian industri dan Pembangunan Ekonomi

Industri mempunyai dua arti, yang pertama dapat berarti himpunan perusahaan-perusahaan sejenis. Misalnya industri kosmetik yang berarti himpunan perusahaan-perusahaan penghasil produk-produk kosmetik. Kedua, industri dapat pula merujuk kesuatu sektor ekonomi yang didalamnya terdapat kegiatan produktif yang mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau barang setengah jadi.

Pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi yang diikuti oleh perubahan dalam struktur dn corak kegiatan ekonomi

2. Peranan Industri dalam Pembangunan Ekonomi

Pembangunan Ekonomi suatu bangsa merupakan pilar penting bagi terselenggaranya proses pembangunan di segala bidang. Karena jika pembangunan ekonomi suatu bangsa berhasil, maka bidang-bidang lain seperti bidang hukum, politik, pertanian, dan lain-lain akan sangat terbantu.

Suatu masyarakat yang pembangunan ekonominya berhasil ditandai dengan tingginya pendapatan perkapita masyarakat negara tersebut. Dengan tingginya pendapatan perkapita masyarakat, maka negara dan masyarakat akan dapat lebih leluasa dalam menjalankan berbagai aktivitas pada berbagai bidang yang lain.

Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional dari tahun ke tahun menunjukkan kontribusi yang signifikan.

Peranan Sektor Industri dalam Pembangunan Ekonomi Nasional dapat ditelusuri dari kontribusi masing-masing subsektor terhadap Laju Pertumbuhan Ekonomi Nasional atau terhadap produk domestik bruto.

Pada beberapa negara yang tergolong maju, peranan sektor industri lebih dominan dibandingkan dengan sektor pertanian. Sektor industri memegang peran kunci sebagai mesin pembangunan karena sektor industri memiliki beberapa keunggulan dibandingkan sektor lain karena nilai kapitalisasi modal yang tertanam sangat besar, kemampuan menyerap tenaga kerja yang besar, juga kemampuan menciptakan nilai tambah (value added creation) dari setiap input atau bahan dasar yang diolah. Pada negara-negara berkembang, peranan sektor Industri juga menunjukkan kontribusi yang semakin tinggi. Kontribusi yang semakin tinggi dari sektor industri menyebabkan perubahan struktur perekonomian negara yang bersangkutan secara perlahan ataupun cepat dari sektor pertanian ke sektor industri.

Peranan sektor industri dalam pembangunan ekonomi di berbagai negara sangat penting karena sektor industri memiliki beberapa keunggulan dalam hal akselerasi pembangunan. Keunggulan-keunggulan sektor industri tersebut diantaranya memberikan kontribusi bagi penyerapan tenaga kerja dan mampu menciptakan nilai tambah (value added) yang lebih tinggi pada berbagai komoditas yang dihasilkan.

Data Industri

Sektor Industri diharapkan dapat menjadi motor penggerak perekonomian nasional dan telah menempatkan industri manufaktur sebagai penghela sektor rill. Hal ini dapat dipahami mengingat berbagai kekayaan sumber daya alam kita yang memiliki keunggulan komparatif berupa produk primer, perlu diolah menjadi produk industri untuk mendapatkan nilai tambah yang lebih tinggi. Sesuai dengan tahapan perkembangan negara kita, sudah saatnya kita melakukan pergeseran andalan sektor ekonomi kita dari industri primer ke industri sekunder, khususnya industri manufaktur nonmigas. Membangun sektor industri pada era globalisasi tentu membutuhkan strategi yang tepat dan konsisten, sehingga dapat mewujudkan industri yang tangguh dan berdaya saing baik di pasar domestik maupun di pasar global, yang pada gilirannya mampu mendorong tumbuhnya perekonomian, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat dan akhirnya mengurangi kemiskinan.

Sektor industri yang berkembang sampai saat ini ternyata masih didominasi oleh industri padat tenaga kerja, yang biasanya memiliki mata rantai relative pendek, sehingga penciptaan nilai tambah juga relatif kecil. Akan tetapi karena besarnya populasi unit usaha maka kontribusi terhadap perekonomian tetap besar. Terdapat tiga unsure pelaku ekonomi yang mendukung perkembangan sektor industri, yaitu Badan Usaha Milik Swasta ( BUMS ), Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan pengusaha kecil / menengah, serta koperasi ( PKMK ).

Mencermati hasil pembangunan dan perkembangan industri selama 30 tahun dan juga dalam rangka mencari jalan keluar akibat krisis ekonomi pada tahun 1998, maka sasaran pembangunan industri untuk masa 2005 sampai dengan 2009 ditetapkan sebagai berikut :

1. sektor industri manufaktur (nonmigas) ditargetkan tumbuh dengan laju rata – rata 8,56 persen per tahun. Target peningkatan kapasitas utilasi khususnya subsektor yang masih berdaya asing sekitar 80 persen.

2. target penyerapan tenaga kerja dalam lima tahun mendatang adalah sekitar 500 ribu per tahun (termasuk industri pengolahan migas).

3. terciptanya iklim usaha yang lebih kondusif baik bagi industri yang sudah ada maupun investasi baru dalam bentuk tersedianya layanan umum yang baik dan bersih dari KKN, sumber – sumber pendanaan yang terjangkau, dan kebijakan fiskal yang menunjang.

4. peningkatan pangsa sektor industri manufaktur di pasar domestik, baik untuk

bahan baku maupun produk akhir.

5. meningkatnya volume ekspor produk manufaktur dalam total ekspor nasional.

6. meningkatnya proses alih teknologi dari foreign direct investment (FDI)

7. meningkatnya penerapan standarisasi produk industri manufaktur sebagai faktor penguat daya saing produk nasional.

8. Meningkatnya penyebaran sektor industri manufaktur ke luar Pulau Jawa, terutama industri pengolahan hasil sumber daya alam.

Dalam rangka mewujudkan sasaran di atas, arah kebijakan bagi penciptaan iklim investasi yang sehat dan peningkatan daya saing ekspor nasional ditetapkan sebagai berikut :

1. pada tingkat makro, menjaga stabilitas ekonomi makro, mewujudkan iklim usaha dan investasi yang sehat dan berdaya saing serta pengelolaan persaingan usaha secara sehat.

2. untuk mencapai pertumbuhan 8,56% per tahun, maka dalam lima tahun mendatang difokuskan pada pengembangan sejumlah subsektor industri yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif.

3. fokus utama ditetapkan pada beberapa subsektor industri yang memenuhi satu atau lebih kriteria yaitu : (i) menyerap banyak tenaga kerja; (ii) memenuhi kebutuhan dasar dalam negeri (seperti makanan-minuman dan obat-obatan); (iii) mengolah hasil pertanian dalam arti luas (termasuk perikanan) dan sumber–sumber daya alam lain dalam negeri; dan (iv) memiliki potensi pengembangan ekspor. Dari ke empat kriteria tersebut dan berdasarkan analisa keunggulan komparatif dan kompetitif, maka prioritas dalam lima tahun ke depan adalah pada penguatan klaster – klaster: (1) industri makanan dan minuman; (2) industri pengolah hasil laut; (3) industri tekstil dan produk tekstil; (4) industri alas kaki; (5) industri kelapa sawit; (6) industri barang kayu (termasuk rotan dan bambu); (7) industri karet dan barang karet; (8) industry pulp dan kertas; (9) industri mesin listrik dan peralatan listrik; dan (10) industri petrokimia.

4. untuk 10 (sepuluh) klaster industri prioritas tersebut, dirumuskan strategi dan langkah–langkah untuk masing–masing klaster yang dituangkan dalam strategi nasional pengembangan industri yang secara komprehensif memuat pula strategi pengembangan subsektor industri yang terkait (related industries) dan subsektor industri penunjang (supporting industries) dari 10 (sepuluh) klaster prioritas tersebut yang berdimensi jangka menengahpanjang serta proses perumusannya secara partisipatif melibatkan pihak-pihak terkait dari lingkungan pemerintah maupun dunia usaha.

5. intervensi langsung pemerintah secara fungsional dalam bentuk investasi dan layanan publik yang diarahkan pada hal – hal di mana mekanisme pasar tidak dapat berlangsung. Dalam upaya mencapai pertumbuhan sektor industri manufaktur yang ditargetkan dalam RPJMN 2005 – 2009, pengembangan sektor industri manufaktur difokuskan pada perkuatan struktur dan daya saing, yang selanjutnya dijabarkan pada program pokok pengembangan industri manufaktur dan program penunjang.

Program pokok pengembangan industri manufaktur, meliputi :

1. program pengembangan industri kecil dan menengah. Dalam hal ini, secara alami IKM memiliki kelemahan dalam menghadapi ketidakpastian pasar, mencapai skala ekonomi, dan memenuhi sumber daya yang diperlukan sehingga untuk mencapai tujuan program ini, pemerintah membantu IKM dalam mengatasi permasalahan yang muncul akibar dari kelemahan alami tersebut.

2. program peningkatan kemampuan teknologi industri. Hal ini mengingat, secara umum pengelola industri nasional belum memandang kegiatan pengembangan dan penerapan teknologi layak dilakukan karena dianggap memiliki eksternalitas yang tinggi berjangka panjang dan dengan tingkat kegagalan yang tinggi. Ini dapat ditunjukkan dari masih miskinnya industri nasional dalam kepemilikan sumber daya teknologi.

3. program penataan struktur industri. Tujuan program ini adalah untuk memperbaiki struktur industri nasional, baik dalam hal penguasaan pasar maupun dalam hal kedalaman jaringan pemasok bahan baku dan bahan pendukung, komponen, dan barang setengah jadi bagi industri hilir.

Di samping program pokok tersebut, Departemen Perindustrian juga mempunyai empat program penunjang yang terdiri dari :

1. program pembentukan hukum, yaitu untuk menciptakan iklim yang kondusif di bidang industri melalui penyusunan ketentuan teknis hukum dan berbagai peraturan perundang-undangan serta yurisprudensi untuk menjamin kepastian berusaha di sektor industri.

2. program pengolaan sumber daya manusia aparatur, yaitu untuk membina dan

meningkatkan kemampuan aparatur industri, sumber daya manusia yang berkompetensi, dan mewujudkan aparatur negara yang profesional dan berkualitas dalam melaksanakan pemerintahan umum dan pembangunan.

3. program peningkatan sarana dan prasarana aparatur negara, yaitu penyediaan sarana dan prasarana penunjang pembangunan guna meningkatkan keamanan, kenyamanan, ketertiban dan kelancaran kerja serta pelayanan umum yang baik.

4. program peningkatan pengawasan dan akuntabilitas aparatur negara, yaitu program pengawasan aparatur negara guna meningkatkan sistem pengawasan aparatur pemerintah, peningkatan profesionalisme aparatur, terwujudnya sistem pengawasan dan audit akuntabel.

Di Indonesia jumlah industri pengolahan besar dan sedang pada tahun 2001 berjumlah 21,396 yang tersebar di jawa sebanyak 17.413 (81,38%) dan di luar jawa sebanyak 3,983 (18.62%). Pada tahun 2002 berjumlah 21,396 yang tersebar di pulau Jawa 17,118 (80.95%) dan di luar pulau Jawa 4,028 (19.05%). Pada tahun 2003 berjumlah 20,324 yaitu di pulau Jawa 16,607 (81.71%) dan diluar pulau Jawa 3.717 (18.29%). Pada tahun 2004 berjumlah 20,685 yaitu di pulau Jawa berjumlah 16,901 (81.71%) dan diluar pulau jawa 3,784 (18.29%). Dan pada tahun 2005 berjumlah 20,729 yaitu di pulau Jawa 16,995 (81.99%) dan di luar pulau Jawa 3,734 (18.01%). Jika dilihat dari tahun 2001 sampai tahun 2005 jumlah industri di pulau Jawa masih dominan, sedangkan jumlah industri di luar pulau Jawa dari tahun 2001 sampai tahun 2005 jumlahnya kurang dari 20%. Ini menunjukkan bahwa di Indonesia terjadi ketidak merataan di sektor industri. Sektor industry di Indonesia masih terkonsentrasi di pulau Jawa.

Indeks produksi industri besar dan sedang pada tahun 2003 sampai 2009. Pada tahun 2003 indeks produksi industri sebesar 113.56, pada tahun 2004 sebesar 117.34, pada tahun 2005 sebesar 118.85, pada tahun 2006 sebesar 116.92, pada tahun 2007 sebesar 123.44, pada tahun 2008 sebesar 127.15, dan pada tahun 2009 sebesar 129.00. Indeks produksi industri dari tahun ketahun mengalami kenaikan dan penurunan.

Pertumbuhan indeks produksi industri besar dan sedang pada tahun 2003 sampai tahun 2009. Pada tahun 2003 indeks produksi industri sebesar 5.46, pada tahun 2004 sebesar 3.33, pada tahun 2005 sebesar 1.29, pada tahun 2006 sebesar -1.63, pada tahun 2007 sebesar 5.57, dan pada tahun 2008 sebesar 3.01, serta pada tahun 2009 sebesar 1.45.

Data nilai tambah

Tolok ukur peranan industri dalam perkembangan struktural pada suatu perekonomian antara lain sumbangan sektor industri terhadap PDB, jumlah tenaga kerja yang terserap di sektor industri dan sumbangan komoditi industri terhadap ekspor barang dan jasa.

Nilai tambah sektor industri pada tahun 2001 sampai tahun 2008. Pada tahun 2001 jumlah nilai tambah adalah sebesar 266,564 juta rupiah, pada tahun 2002 sebesar 309,959 juta rupiah, pada tahun 2003 sebesar 326,784 juta rupiah, pada tahun 2004 sebesar 358,910 juta rupiah, pada tahun 2005 sebesar 396,438 juta rupiah, pada tahun 2006 sebesar 514,343 juta rupiah, pada tahun 2007 sebesar 598,400 juta rupiah, dan pada tahun 2008 sebesar 713,907 juta rupiah. Nilai tambah dari tahun 2001 sampai 2008 terus mengalami kenaikan.

Data PDB

Menurut kriteria UNIDO (United Nations for Industrial Development Organization), negara dengan kontribusi sektor industri terhadap PDB kurang dari 10% disebut negara non industri, negara dengan kontribusi sebesar 10-20% termasuk dalam kelompok negara dalam proses industrialisasi, negara dengan kontribusi sebesar 20-30% termasuk kelompok negara semi industri, sedangkan kelompok negara industri memiliki kontribusi lebih dari 30% (Lincolin Arsyad, 1999).

Produk domestik bruto (PDB) atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha pada tahun 2005 sampai 2009.pada tahun 2005 jumlah PDB sebesar 1,750,815.2 milyar dan jumlah PDB non migasnya sebesar 1,605,261.8 milyar. Pada tahun 2006 jumlah PDB sebesar 1,847,126.7 milyar dan jumlah PDB non migasnya sebesar 1,703,422.4 milyar. Pada tahun 2007 jumlah PDB sebesar 1,964,327.3 milyar dan jumlah PDB non migasnya sebesar 1,821,757.7 milyar. Pada tahun 2008 jumlah PDB sebesar 2,082,315.9 milyar dan jumlah PDB non migasnya sebesar 1,939,482.9 milyar. Pada tahun 2009 jumlah PDB sebesar 2,176,975.5 milyar dan PDB non migas sebesar 2,035,125.1 milyar. Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa dari tahun 2005 sampai tahun 2009 jumlah PDB baik yang migas maupun yang non migas mengalami kenaikan dari tahun ketahun. Dalam PDB ini industri pengolahan mempunyai kontribusi sebesar 491,561.4 milyar (30,6%) pada tahun 2005, pada tahun 2006 sebesar 514,100.3 milyar (30,2%), pada tahun 2007 sebesar 538,084.6 milyar (29,5%), pada tahun 2008 sebesar 557,764.4 milyar (28,8%), dan 569,550.8 milyar (27,99%) pada tahun 2009. Sama dengan PDB, industri pengolahan juga mengalami kenaikan dari tahun 2005 sampai tahun 2009. Dari data di atas kita bisa menyimpulkan bahwa kontribusi industri terhadap PDB terus menurun dari tahun 2005 sampai 2009. Negara kita termasuk dalam kelompok negara semi industri.

Tetapi laju pertumbuhannya baik PDB migas maupun non migasnya dari tahun 2008 sampai tahun 2009 mengalami penurunan. Pada tahun 2008 laju pertumbuhan PDB sebesar 6.01% dan PBD non migasnya sebesar 6.46%. Dan pada tahun 2009 laju pertumbuhan PDB sebesar 4.55% dan PDB non migasnya sebesar 4.93%. Laju pertumbuhan industri pengolahan juga mengalami penurunan pada tahun 2009 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 2208 laju pertumbuhan industri pengolahan tumbuh sebesar 3.66% dan pada tahun 2009 laju pertumbuhan industri pengolahan mengalami penurunan menjadi sebesar 2.11%. Laju pertumbuhan industri pegolahan (manufacturing) yang ditargetkan kurang lebih 8,56% selama kurun waktu 5 tahun, yaitu dari tahun 2005 sampai 2009 tidak sesuai dengan harapan. Menurunnya pertumbuhan beberapa cabang industri tersebut disebabkan berbagai permasalahan seperti: berkurangnya pasokan bahan baku hasil hutan, meningkatnya harga energi, beredarnya isu penggunaan bahan tambahan pangan yang tidak diperbolehkan untuk industri makanan dan minuman yang sempat meresahkan masyarakat, dsb.

Produktivitas tenaga kerja pada 2001 sampai 2005 dalam sektor industri. Produktivitas tenaga kerja pada tahun 2001 sebesar 164.12 juta rupiah, pada tahun 2002 sebesar 202.18 juta rupiah, pada tahun 2003 sebesar 196.26 juta rupiah, pada tahun 2004 ebesar 227.97 juta rupiah, dan pada tahun 2005 sebesar 257.58 juta rupiah. Produktivitas tenaga kerja yang paling rendah pada tahun 2001 sampai tahun 2004 adalah subsektor peralatan kantor, akuntasi, dan pengolahan data, tetapi pada tahun 2005 sudah mengalami peningkatan yang sangat besar. Tidak jauh berbeda dengan indeks produksi, produktivitas tenaga kerja ini juga mengalami naik turun.

Hello world!

Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!